Sederet kebijakan pajak segera diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), menyusul disetujuinya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ada kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga program pengungkapan sukarela alias pengampunan pajak.
Sri Mulyani meyakini UU HPP ini mampu meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian. Serta optimalisasi penerimaan negara, menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum dan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.
Berikut Rincian Isi dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Seperti diketahui, dalam UU HPP, pemerintah memutuskan akan menambah fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebegai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Dengan integrasinya penggunaan NIK, akan mempermudah pemerintah dalam memantau administrasi wajib pajak orang pribadi (WP OP).
Pemerintah juga mengubah sanksi pemeriksaan bagi WP yang tidak menyampaikan SPT/membuat pembukaan. Selain itu, terkait asistensi penagihan pajak global kerjasama bantuan penagihan pajak antar negara dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara resiprokal.
2. Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Orang Pribadi
Dimulai pada tahun pajak 2022. Adanya pengaturan lapisan tarif PPh orang pribadi, yang saat ini penghasilan terendah sebesar Rp 60 juta. Selain itu adanya penambahan lapisan tarif PPh WP OP sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar
Selain itu dalam UU HPP ini pemerintah melakukan penambahan threshold perederan bruto tidak kena pajak untuk UMKM. Dimana bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif 0,5% sesuai dengan Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2018 dan memiliki peredaran bruto sampai Rp 500 juta setahun tidak dikenai PPh.
Pemerintah juga memutuskan untuk memasang tarif PPh Badan sebesar 22% mulai 2022. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, pemerintah telah memutuskan untuk memasang tarif PPh Badan sebesar 20% pada 2022.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pemerintah dan DPR mengungkapkan tetap berkomitmen dengan memberikan fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial.Kendati demikian, dalam UU HPP, dijelaskan PPN akan meningkat secara gradual menjadi 11% dimulai pada 1 April 2022 dan menjadi 12% pada 1 Januari
Adapun dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN ‘final’ misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Pemerintah tetap memberikan pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan , pelayanan sosial dan beberapa jenis lainnya. Bagi pengusaha dengan peredaran bruto sampai Rp 500 juta setahun tidak akan dikenakan PPh.
4. Tax Amnesty Jilid II
Dalam UU HPP program pengampunan pajak disebut sebagai program pengungkapan sukarela wajib pajak. Program ini berupa pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh. Serta melalui pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
5. Pajak Karbon
Pemerintah dan DPR juga menyepakati untuk menerapkan pajak karbon sebesar Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon, dan/atau peta jalan pasar karbon.
Pengenaan pajak karbon dilaksanakan sebagai berikut:
- Tahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon;
- 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara;
- 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala.