Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui RUU Kesehatan 2023 menjadi undang-undang pada 11 Juli 2023, yang menuai pro dan kontra di kalangan tenaga kesehatan (nakes). Sebagian orang berpendapat bahwa pengesahan RUU Kesehatan terlalu terburu-buru, mengingat bahwa RUU tersebut baru dibahas pada tahun sebelumnya oleh DPR RI.
Pemetaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru dilakukan antara Februari dan April 2023. Selain itu, produk hukum yang akan disahkan mengubah banyak undang-undang yang sudah ada, termasuk mencabut 9 UU dan mengubah 4 UU terkait kesehatan.
Beberapa poin dalam RUU Kesehatan 2023 yang menimbulkan pro dan kontra antara lain:
STR berlaku seumur hidup dan rekomendasi organisasi profesi untuk memperoleh SIP
UU Kesehatan juga mengubah persyaratan bagi dokter untuk mendapatkan SIP. Menurut Undang-Undang Kesehatan, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik, dan bukti pemenuhan kompetensi untuk mendapatkan SIP. Namun, organisasi profesi seperti IDI berpendapat bahwa aturan ini mencabut peran organisasi profesi dalam menentukan persyaratan praktik tenaga kesehatan.
Alokasi anggaran kesehatan
DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk meningkatkan alokasi anggaran kesehatan minimal dari 5 persen menjadi 10 persen.
Dengan demikian, program kesehatan strategis dapat berjalan secara maksimal. Namun, langkah ini tidak sesuai dengan Deklarasi Abuja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan TAP MP RI X/MPR/2001.
Nakes asing di Indonesia
Dalam RUU tersebut, terdapat berbagai persyaratan bagi dokter asing maupun dokter WNI yang berada di luar negeri dan ingin membuka praktik di Indonesia. Persyaratan tersebut mencakup Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai dengan Pasal 233 UU Kesehatan.
Tenaga kesehatan yang ingin membuka praktik di dalam negeri harus memenuhi persyaratan. Seperti Surat Tanda Registrasi (STR) sementara, Surat Izin Praktek (SIP), dan Syarat Minimal Praktek.