
Diturunkan ditengah jalan oleh Jokowi itulah kata yang sangat tepat untuk menggambarkan Kondisi politik Ganjar saat ini. Bagaimana tidak dari kondisi ia didukung tiba – tiba dia ditinggalkan begitu saja, layaknya diturunkan dari bis ditengah perjalanan pada malam hari oleh supir tanpa alasan. Padahal branding Ganjar penerus Jokowi terlanjur melekat dan Ganjar terlalu all out dalam membela Jokowi.
Bayangkan saja diakhir pendaftaran capres tiba-tiba saja Girbran anak sang presiden Jokowi menjadi Cawapres Prabowo. Secara tidak langsung Jokowi telah menunjuk Prabowo sebagai penerus bukan Ganjar Pranowo. Akhibatnya Ganjar kacau dalam branding.
Kini Ganjar seperti kehilangan arah dalam membuat branding politik. Menjadi oposisi sulit karena branding awal terlalu dekat dengan pemerintah. Semakin terhimpit karena banyak dari pendukung tim utama adalah pengusaha yang gampang dipengaruhi oleh kubu berkuasa secara teknis.
Tapi sebetulnya belum terlambat bagi Ganjar untuk bisa menang. Jika dia dapat mengkonsolidasikan kekuatan partai pendukung secara merata kesempatan menang masih terbuka. Ganjar jangan terlalu menunjukan bahwa dia “punya PDIP” tapi dia punya semua partai. Cobalah kampanye akbar bersama partai semisal PPP tanpa PDIP.
Sebenarnya PR utama Ganjar ialah sebutan petugas partai dan ketidakpercayaan masyarakat pada Jokowi. Walau pangkal masalah perpecahan Ganjar dan Jokowi ialah pada kepastian masa depan sang presiden. Dimana ia terlihat galau akan masa depan tanpa kekuasaan.
Sudah jadi tradisi setelah tidak berkuasa presiden di Indonesia akan dapat masalah dan keluarga di ganggu seperti terjadi pada SBY. PDIP dinilai beberapa pihak juga tidak mampu menjamin nasib sang presiden setelah lengser, terbukti muncul isu 3 periode serta perubahan konstitusi yang gagal seperti tanda perselisihan.