Saat daya beli turun namun tiket konser mahal dan barang “dikatakan mewah” seperti Iphone palah laris terjual. Secara ilmu ekonomi hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa uraian . Pertama masyarakat mengalami “doom spending” yang terjadi ketika seseorang melakukan belanja tanpa berpikir panjang, atau kegiatan menghamburkan atau mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Biasanya hal ini berkaitan erat dengan Lipstick Effect padahal sebetulnya daya beli masyarakat tunjukan adalah kemampuan maksimal. Dalam hal ini karena konsumen yang melakukan hal tersebut bisa jadi tidak memiliki tabungan.
Lipstick Effect adalah keadaan konsumen menyesuaikan pola belanja saat krisis ekonomi. Dalam resesi konsumen umumnya mengurangi pembelian barang-barang besar seperti mobil, rumah, atau perangkat elektronik mahal. Namun yang terjadi sebaliknya konsumen membeli barang kecil untuk merasakan kenyamanan, seperti ponsel mahal contohnya iphone, kosmetik, parfum, atau makanan ringan premium.
- Baca Juga : Usai Pamit Luhut Masuk ke Kabinet Prabowo
Dampaknya terhadap ekonomi adalah perubahan pola konsumsi masyarakat. Dari barang-barang kebutuhan sekunder atau tersier menjadi kebutuhan yang dianggap “mewah terjangkau”, ini dilakukan untuk mengurangi kecemasan akan masa depan. Sebagai kelanjutan, bisnis yang menjual produk seperti kosmetik, makanan premium, atau hiburan murah biasanya tidak terlalu terdampak oleh krisis ekonomi.
Hal ini dapat menimbulkan peningkatan permintaan karena barang-barang ini menjadi “pelarian” bagi konsumen yang tetap ingin merasa nyaman biasanya terjadi karena dipicu dopamin. Fenomena ini juga berkontribusi pada sektor ekonomi dengan cara menjaga arus kas.
Meski terdengar bagus namun ini hanya tampak cerah diluar, karena dalam situasi moderen sosial media akan memicu persaingan yang pada realitanya tidak dibutuhkan. Padahal, kondisi keuangan orang yang melakukan doom spending dan lipstick effect palah sebaliknya dari yang ditampilkan yang akhirnya memicu depresi.