Per Oktober 2021, total utang pemerintah Indonesia tercatat Rp 6.687,28 triliun. Jumlah ini turun ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 6.711,52 triliun. Namun dari sisi nominal Indonesia adalah yang terbesar kedua di ASEAN, hanya kalah dari sang tetangga Singapura yang pendapatan perkapita jauh lebuh tinggi pula.
Akan tetapi posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2021 berada di angka Rp 6.687,28 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 39,69 persen. Posisi utang pemerintah pusat mengalami penurunan apabila dibandingkan posisi utang akhir September 2021 sebesar Rp 24,24 triliun. Penurunan ini sebagian disebabkan adanya penurunan utang dari Surat Berharga Negara valas sebesar Rp 13,85 triliun serta penurunan pinjaman sebesar Rp 15,26 triliun.
Tidak hanya secara nominal, persentase utang pemerintah terhadap PDB juga turun. Kalau yang ini, penurunannya malah lebih konsisten. Per akhir kuartal III-2021, rasio utang pemerintah terhadap PDB adalah 36,98%. Setelah mencapai puncaknya pada kuartal IV-2020, angkanya terus menurun.
Utang pemerintah meninggi karena kebutuhan tidak terduga akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Pandemi melumpuhkan ekonomi dan berimbas pada pemasukan pajak, karena pemerintah terpaksa menarik ‘rem darurat’.
Di sisi lain, pengeluaran bertambah karena pemerintah menjadi satu-satunya harapan. Pemerintah harus menanggung biaya kesehatan yang membengkak sekaligus menopang ‘dapur’ rakyat dengan berbagai stimulus. Dalam kondisi penerimaan turun sementara pengeluaran naik tajam, mau tidak mau, suka tidak suka, selisihnya harus ditutup dari utang. Jadi sangat wajar kalau kita melihat utang pemerintah meroket pada masa pandemi ini.