
Setelah perceraian hak asuh anak kadang menjadi permasalahan, hal ini dijelaskan Pasal 1 poin 11. Bahwa kuasa asuh adalah kekuasaan orangtua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Menurut Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Suami dan istri yang sudah bercerai tetap wajib memelihara dan mendidik anaknya demi kebaikan anak itu sendiri. Di Indonesia sesuai Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105 hakim di pengadilan agama, cenderung memberikan hak asuh anak setelah bercerai kepada ibunya. Terutama bagi anak yang masih berusia di bawah umur.
Secara umum hak asuh juga didasarkan atas yurisprudensi atau keputusan pengadilan kasus sebelumnya. Yurisprudensi dimaksud adalah :
- Putusan Mahkamah Agung tanggal 24 April 1975 Nomor: 102 K/Sip/1973
Dalam putusan ini dikatakan bahwa patokan pemberian hak asuh anak memprioritaskan ibu kandung. Khususnya bagi anak-anak yang masih kecil dengan menimbang kepentingan anak.
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 126 K/Pdt./2001 tanggal 28 Agustus 2003
Senada, putusan ini juga menyebut bahwa bila ayah dan ibu bercerai, maka pemeliharaan anak yang masih di bawah umur diserahkan pada orang terdekat dan akrab dengan si anak, yaitu ibu.
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 239 K/Sip/1968
Putusan Mahkamah Agung RI ini juga menegaskan bahwa anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang dan perawatan ibu harus diserahkan kepada ibu ketika kedua orangtua bercerai.