Beberapa waktu terakhir ramai demo tentang putusan mahkamah konstitusi “MK” yang coba dilawan oleh Dewan Perwakilan Rakyat “DPR” Indonesia. Uniknya nama presiden Indonesia Joko Widodo “Jokowi” banyak pihak menyebutnya terlibat dan disuarakan didalam aksi penolakan tersebut.
Hal ini dikarenakan putusan tersebut menyangkut nasib pencalonan sang anak bungsu presiden yakni Kaesang pangarep. Karena itulah kali ini akan dibahas secara singkat seberapa jauh dan kuat pengaruh kekuasaan presiden di Indonesia dalam prespektif politik dan hukum.
Penulis sendiri akan bersikap senetral mungkin dan hanya akan membahas secara teori. Meski penulis secara akademik mempunyai dosen dan guru yang pernah menjadi pengacara presiden Jokowi, lalu secara pribadi mempunyai hubungan baik pertemanan dengan beberapa politisi dari berbagai partai.
Arti Politik dan Hukum
Pertama dimulai dari arti politik itu sendiri yang menurut pakar ialah seni untuk meraih kekuasaan yang dilakukan secara halus, jadi semakin halus semakin sempurna politik yang dilakukan. Politik pun dapat dilakukan dengan cara baik ataupun buruk, tergantung pada para sang politisi yang mengerjakan.
Lebih dari itu, politik adalah alternatif meraih kekuasaan yang dinilai banyak orang lebih beradab dibandingkan dengan cara perang disertai konflik. Sementara itu arti hukum menurut Thomas Hobbes adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
Dari segi politik Presiden di Indonesia kekuatannya dipengaruhi oleh seberapa besar dapat merangkul koalisi dan berapa besar kuatnya oposisi. Bahkan di Indonesia presiden selain penguasa eksekutif juga ialah panglima tertinggi tentara nasional. Sehingga jika kekuatan koalisi presiden mendominasi DPR, kekuatan presiden di Indonesia sangatlah besar. Mengingat eksekutif dan legislatiflah yang nantinya membentuk hukum bahkan konstitusi.
Berlanjut dari segi hukum meski kekuasaan dibagi dalam Trias Politika, namun hal itu cuma bagian kecil secara teori. Karena jika menggunakan pendekatan teori lain seperti pembentukan negara kekuasaan, dimana disebutkan negara dibentuk oleh kekuasaan atau kekuatan. Bisa disimpulkan yang mempunyai kekuatanlah yang membentuk hukum sampai ketatanegaraan. Teori tersebut dipakai sebagai pendekatan karena mengingat besarnya kekuatan kekuasaan presiden di Indonesia.
Akhirnya jika muncul pertanyaan apakah Presiden Jokowi dapat merubah hukum atau tidak, maka hal ini dapat anda melihat dari seberapa besar kekuatan koalisi dan oposisi di DPR. Karena fungsi DPR sebagai pengawas akan lemah bila koalisi presiden menguasai DPR di Indonesia.
Jika koalisi kuat maka eksekutif dan legislatif akan dikuasai presiden, melemahkan yudikatif kemudian merubah hukum bukanlah sesuatu yang sulit. Lalu kembali apakah presiden Jokowi terlibat pembatalan putusan MK ? Silahkan dapat menyimpulkannya sendiri dari prespektif teori dan nilai rasa yang anda percayai.
Penulis : R Setya Aji / IG : @Isetyaaji