Jika kita cukup sering berkendara dengan kendaraan bermotor maka hampir pasti kita pernah terkena tilang. Entah karena lupa membawa perlengkapan maupun surat-surat ataupun melanggar lalu lintas. Namun perlu diketahui bahwa sistem sidang tilang di Indonesia tidak diatur keberatan.
Maka bagi orang yang merasa benar tetapi tetap ditilang, mereka tidak bisa melakukan protes dan keberatan di pengadilan. Hal itu lantaran Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan MA (Perma) Nomor 12 Tahun 2016.
Dalam Perma No 1/2016, semua sidang tilang diproses tanpa persidangan. Berkas yang masuk dari kepolisian langsung dilempar ke kejaksaan dengan mengumumkan denda tilang. Hanya satu hal yang bisa dilakukan upaya hukum, yaitu orang yang ditilang dengan dibarengi perampasan kemerdekaan.
“Bagi yang keberatan dengan adanya penetapan/putusan perampasan kemerdekaan dapat mengajukan perlawanan pada hari itu juga,” demikian bunyi pasal 7 ayat 4.
Kami pun menanyakan hal ini kepada putra mantan wakil ketua DPRD Kabupaten Semarang, advokat Yogy Pratama Muhamad Abdul Ghany S.H. Yang merupakan Ketua YLBH dan Pengurus PSHT, apakah terjadi kekosongan hukum ? Ia berpendapat bukan kekosongan hukum dan memberi sedikit tips.
Berikut tips diberikan, bila anda padahal anda tidak merasa bersalah jangan melakukan perlawanan yang berpotensi melanggar hukum. Cukup protes dengan baik dan tunjukan alasan serta bukti bahwa anda tidak bersalah. Namun bila bukti anda kuat tapi polisi tetap mau menilang, minta sang polisi untuk menuliskan bukti dan pembelaan anda pada kolom penjelasan pelanggaran surat tilang.
Lebih lanjut advokat Yogy Pratama Muhamad Abdul Ghany S.H menerangkan, semisal anda melanggar marka jalan karena marka jalan rusak sehingga tidak jelas terlihat. Maka minta pada polisi untuk menuliskan hal tersebut pada kolom penjelasan pelanggaran surat tilang. Dengan begitu keberatan anda tetap tersampaikan dan biasanya anda akan terhindar dari tilang. Kesimpulannya meski tidak diatur keberatan namun tetap tidak terjadi kekosongan hukum.