Kabar hangat di perpolitikan Indonesia terbaru datang dari perseteruan Partai Demokrat, partai yang sedang solid dan naik daun dibawah kepemimpinan AHY putra SBY. Secara mengejutkan Yusril Ihza Mahendra ditunjuk untuk mewakili kubu KLB Moeldoko untuk menggugat AD/ART partai Demokrat.
Lewat Yusril mereka berencana melakukan gugatan langsung ke MA. Namun ada yang unik akan hal ini yakni karena gugatan ini berpotensi salah alamat. Penyebabnya adalah dikarenakan gugatan berpotensi tidak sesuai tempat yang ditentukan perundangan.
- Baca Juga : Hierarki Peraturan Perundangan di Indonesia
Ini karena perselisihan partai sesuai UU partai tahun 2011 adalah ranah Pengadilan Negeri. Sedangkan untuk pembatalan putusan karena sengketa tata usaha negara ialah di PTUN. Lalu Mahkamah Agung “MA” sendiri tentunya memiliki batasan kewenangan dalam mengadili.
Sesuai peraturan perundangan yang berlaku wewenang MA sendiri adalah :
- Berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
- Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
- Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
- Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
Sedangkan AD/ART partai bukanlah termasuk dalam Hierarki perundang-undangan yang pengujiannya bisa langsung ke MA. AD/ART partai hanya semacam aturan peusahaan yang tidak bisa digugat langsung ke MA bila sesuai jalur hukum yang benar.
Lalu bagaimana jika aturan partai bertentangan dengan perundangan di Indonesia ? Jawabannya mudah yakni dapat melakukan gugatan ke PTUN untuk pembatalan ataupun menggugat pasal AD/ART ke Pengadilan Negeri. Memang bisa jadi bila gugatan perpasal di PN nanti setelah tingkat kasasi, MA yang akan memutus juga tapi bukan langsung ke MA.
Pada kasus AD/ART partai Demokrat, paling memungkinkan ialah melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri karena masa gugatan PTUN telah lewat. Tapi perlu dipahami bersama bahwa bila gugatan dikabulkan pun, KLB Demokrat Versi kubu Moeldoko tidak lantas mendapat legalitas.
Karena Indonesia menganut hukum positif dan pada saat KLB dilakukan di Sumatera AD/ART belum dibatalkan baik secara penuh maupun perpasal. Implikasinya KLB tetap ilegal dan harus diluang kembali setelah gugatan AD/ART dikabulkan.
Dari pembahasan diatas saya pribadi merasa aneh dengan rencana gugatan langsung ke MA tersebut. Tapi biar bagaimanapun Yusril Ihza Mahendara adalah pengacara berpengaruh. Meski bukan termasuk 100 besar pengacara terbaik namun pengaruhnya diluar hukum positif bukanlah sembarangan, sehingga semua bisa saja terjadi walau taruhannya “Nalar Waras” hukum Indonesia.