
Ada beberapa jenis PHK di Indonesia Baik UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan perubahannya melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta serta peraturan turunannya. Dimana diamanatkan semua pihak mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam setiap hubungan industrial di perusahaan. Setelah semua upaya sudah dilakukan, PHK tidak dapat dihindari, maka ada sejumlah ketentuan yang diperhatikan. Ada beberapa jenis PHK sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja.
- Pertama, PHK yang sifatnya demi hukum, misalnya pekerja/buruh meningal dunia, pensiun, atau permohonan perusahaan untuk mem-PHK pekerja ditolak pengadilan hubungan industrial (PHI) karena tidak terbukti.
- Kedua, PHK karena melanggar perjanjian kerja (PK)/perjanjian kerja bersama (PKB)/peraturan perusahaan (PP)/Undang-Undang (UU). Misalnya pekerja/buruh melakukan pelanggaran setelah diterbitkan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Dalam Pasal 52 ayat (2) PP No.35 Tahun 2021 ini disebut pelanggaran yang bersifat mendesak.
- Ketiga, PHK sepihak antara lain pekerja/buruh yang dikualifikasikan mengundurkan diri, misalnya tidak masuk 5 hari berturut-turut tanpa alasan. Atau PHK yang dilakukan perusahaan dengan melanggar mekanisme dan alasan PHK sebagaimana diatur dalam PK/PKB/PP/UU.
- Keempat, PHK karena kondisi tertentu, misalnya pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan, atau perusahaan pailit, melakukan efisiensi atau mengalami kerugian. Juanda mengatakan setiap jenis PHK itu memunculkan konsekuensi hukum yang berbeda dalam hal pembayaran kompensasi atau pesangon, bahkan ada yang tidak mendapat pesangon. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 ayat (2) PP No.35 Tahun 2021.
Nah itu dia jenis jenis PHK di Indonesia dalam hubungan Industrial. Banyak yang berubah daru UU Ketenagakerjaan setelah adanya UU Cipta Kerja atau sering disebut Omnibus Law.