
Jika anda melihat berita baik media cetak, televisi mapun online tak jarang anda merasakan ketidak indepedenan suatu media. Padahal media seharusnya independen dan berimbang dan hanya berpihak pada kepentingan publik. Hal ini sebetulnya juga telah dirasakan oleh Dewan Pers yang mengidentifikasi sejumlah masalah yang dihadapi pers Indonesia saat ini, baik secara internal dan eksternal.
Dahulu ketua Dewan Pers Bagir Manan kala itu menyatakan bahwa secara eksternal, salah satu tantangan utamanya adalah soal dominasi pemilik modal yang menguasai atau memiliki media. Ini dikatakan dalam acara Seminar Nasional Kewirausahaan di Bidang Media bagi Jurnalis, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis, 27 November 2014 lalu.
Dikarenakan penguasaan besar modal dalam industri media membuatnya sangat bermotif ekonomi. Dengan motif seperti itu, maka fungsi pers berpusat pada upaya untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Motif ini yang membuat media kerap menjadikan rating sebagai pertimbangan utama bukan mutu programnya.
Paling terlihat sulit untuk dapat independenan terutama ada pada sisi pemberitaan. Lihat saja pada era Presiden SBY ada televisi yang dimiliki tokoh oposisi hampir setiap saat mengkritik pemerintahan. Tapi saat sudah berganti era dan pemilik ada dipemerintahan seakan media tersebut tanpa kritik bahkan seperti TVRI di Era Orde baru.
Mirisnya setelah pandemi banyak media yang kekurangan iklan. Akhibatnya banyak media semakin tidak independen dan tidak terpercaya. Terlalu sering iklan yang dikemas dalam pemberitaan yang menggiring persepsi.
Sangat terlihat keberpihakan bukan lagi pada rakyat banyak berita penting tertutupi berita yang tak seberapa harus ditayangkan. Jadi pertanyaan jika seperti ini terus menerus masih kredibelkah media kita ? Mari bersama kita coba menebaknya dan semoga masih kredibel ke depan.