
Perlu diketahui bersama undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah “HKPD” kini mulai efektif. Serta didalamnya turut memuat ketentuan baru terkait dengan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang telah dimulai berlaku sejak 5 Januari 2024.
Sesuai dengan Pasal 189 UU HKPD, dengan berlakunya UU HKPD, UU PDRD dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, ketentuan terkait dengan PBB-P2 yang berlaku saat ini berdasarkan pada UU HKPD. PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan bunyi penggalan Pasal 1 UU HKPD.
Sesuai dengan Pasal 42 UU HKPD, besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2. Secara umum, skema ini tidak berbeda dengan ketentuan dalam ketentuan terdahulu.
Namun demikian, perbedaan terlihat pada ketentuan tarif dan dasar pengenaan PBB-P2. Untuk tarif, sesuai dengan Pasal 41 ayat (1) UU HKPD, ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5%. Batas atas itu naik dari ketentuan terdahulu (dalam UU PDRD), yakni paling tinggi 0,3%.
Kemudian UU HKPD juga mengamanatkan penetapan tarif lebih rendah untuk PBB-P2 atas lahan produksi pangan dan ternak dibandingkan tarif untuk lahan lainnya. Hal ini tidak diatur sebelumnya dalam UU PDRD. Adapun tarif PBB-P2 ditetapkan dengan peraturan daerah (perda).
Untuk dasar pengenaan PBB-P2, UU HKPD memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah (pemda). Sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU HKPD, dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Adapun NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.
Berdasarkan pada Pasal 40 ayat (5) UU HKPD, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP).
- Baca juga : Ambarawa Mulai Jadi Kota Bisnis dan Wisata
Ketentuan rentang 20%-100% terkait dengan NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 itu sebelumnya tidak ada dalam UU PDRD. Artinya, secara sederhana dalam ketentuan terdahulu, besaran penghitungan PBB-P2 menggunakan NJOP 100%.
NJOPTKP ditetapkan paling sedikit sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak. Jika wajib pajak memiliki/menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOPTKP hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak.
Pasal 40 ayat (6) UU HKPD memuat ketentuan penetapan NJOP setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Ketentuan ini tidak berubah dari pengaturan terdahulu dalam UU PDRD.